BAB
II
PEMBAHASAN
A.
MAF’UL FIH
(DZARAF ZAMAN DAN ZHARAF MAKAN)
Maf’ul fih dikenal juga sebagai dharaf zaman
(keadaan waktu) dan dharaf makan (keadaan tempat)[1]. Pengertian
dzaraf zaman dan dzaraf makan adalah sebagai berikut:
a. Pengertian
dzaraf zaman
ظَرْفُ
الزَّمَان هُوَإِسْمُ الزَّمَانِ المَنْضُوبُ بِتَقْدِيرِفِى.
Dzaraf zaman
adalah kalimat isim yang menunjukkan makna zaman (waktu), yang dinashabkan
dengan menyimpan makna fii (pada atau dalam)[2].
Misalnya, pada kalimat berikut ini: صُمْتُ
يَومَ الخَمِيسِ
(Saya puasa di hari
kamis), pada contoh tersebut terdapat kata atau lafadz yang menunjukkan dzaraf
zaman yakni kata يوم (yauma).
Berikut ini beberapa kata atau lafadz yang menunujukkan dzaraf zaman[3]:
1. Pada
hari ini : اَلْيَوْمَ
2. Pada
malam ini : اَلْلَيْلَةَ
3. Pagi
hari : غُدْ
وَةً
4. Waktu
pagi : بُكْرَةً
5. Besok
: غَدًا
6. Sore
: مَسَاءً
7. Selamanya
: اَبَدًا
8. Masa
: حِيْنًا
9. Sebulan
: شهرا
10. Seminggu
: أسبوعا
11. Ketika
: حينا
12. Dan
lafad-lafad yang mengandung arti waktu
Dzaraf zaman (keadaan waktu) dapat dibagi menjadi
tiga jenis, yakni sebagai berikut:
1. Dzaraf
zaman mubham
Dzaraf zaman mubham yaitu lafad yang menunjukkan
zaman (waktu) yang tidak ditentukan atau waktunya yang tidak jelas atau belum
spesifik. Misalnya صُمْتُ يَوْمًا (Saya
telah puasa dalam (pada) suatu hari).
2. Dzaraf
zaman muhtaz
Dzaraf zaman muhtaz yaitu lafad yang menunjukkan
zaman (waktu) yang ditentukan atau waktunya jelas. Misalnya, صُمْتُ
يَوْمَ الْخَمِيسٍ
(Saya telah puasa di hari kamis).
3. Dzaraf
zaman ma’dud
Dzaraf zaman ma’dud (bilangan) ialah lafad yang
digunakan sebagai jawaban bagi lafad kam (berapa?), misalnya kata
seminggu, sebulan. Contoh dalam kalimatnya sebagai berikut:اِعْتَكَفْتُ
اُسْبُوْعًا (Aku
telah beri’tikaf seminggu).
b. Pengertian
dzaraf makan
وَظَرْفُ
المَكَانِ هُوَإِسْمُ المَكَانِ المَنْصُوْبُ بِتَقْدِ يرِفِى.
Dzaraf makan ialah kalimat isim yang menunjukkan
makna tempat, yang dinashabkan dengan menyimpan makan fii (di)[4].
Contohnya sebagai berikut: جَلَمْتُ
اَمَامَ الْفَصْلِ
(Saya
duduk di depan kelas). Pada contoh tersebut terdapat kata lafad dzaraf makan
yakni kataاَمَامَ (amaama).
Lafadz yang dapat menandakan dzaraf makan dapat dikelompokkan menjadi tiga
yaitu:
1. Lafadz
yang mubham
Lafadz mubham yaitu lafadz yang
menunjukkan arti tempat atau isim yang menunjukkan arah, seperti:
a) Di
depan : اَمَامَ
b) Di
belakang : خَلْفَ
c) Di
atas : فَوْقَ
d) Di
bawah : تَحْتَ
e) Di
kanan : يَمِينَ
f) Di
kiri : شِمَالَ
g) Di
sekitar : حِذَاءَ
h) Di
sana : ثَمَّ
i)
Di sini : هُنَّا
2. Asma’ul
maqodir
Asma’ul maqodir yaitu isim-isim
yang menunjukkan makna ukuran, seperti:
a) Sepanjang
penglihatan mata : مَيْلًآ
b) Empat
(4) mil : فَرْسَخًا
c) Empat
(4) farsah : بَرِيْدًا
3. Isim
makan yang musytaq (berakar) dari masdar amilnya, misalnya pada kalimat berikut
جَلَسْتُ مَجْلِسَ زَيْدٍ (Saya duduk di tempat duduknya Zaid).
B. IDHAFAH
Idhafah
adalah berkumpulnya kalimat satu dengan kalimat lain karena dikelompokan, lafad
pertama pada kalimat idhafah dinamakan mudhaf dan lafad kedua dinamakan mudhaf
ilaih, atau menggabungkan dua isim (mudhaf dan mudhaf ilaih)
yang menyebabkan isim keduanya berharakat jer selamanya[5].
Contohnya, pada lafad berikut ini:
جَاأَغُلَامُ
زَيْدٍ (Budak
Zaid sudah datang).
Keterangan
contoh di atas yaitu:
1. Berkumpulnya
lafadz غُلَامُ dan زَيْدٍ tidak
ada faedahnya apa-apa kecuali hanya menghubungkan satu sama lain.
2. Lafad
غُلَامُ menjadi mudhaf dan lafad زَيْدٍ menjadi
mudhaf ilaih.
3. Lafad
yang menjadi mudhaf ilaih wajib dijerkan
4. Lafad
yang menjadi mudhaf tidak boleh ditanwin
Idhafah terbagi menjadi tiga bagian, yakni idhafah
yang menyimpan makna huruf lam,min,dan fii.
1. Menyimpan
makna min مِنْ
Ketika mudhaf merupakan
bagian mudhaf ilaih. Misalnya, هَذَاثَوْبُ
مِنْ حُزٍّ asalnya
هَذَأَثَوْبُ حُزًّ (Ini baju sutra).
2. Menyimpan
makna fii فِيْ
Yaitu ketika mudhaf ilaih
menjadi dzorofnya mudhaf. Contohnya,
فِى الَّليْلِ
وَالنَّهَارِ بَلْ
مَكْرُasalnyaبَلْ
مَكْرُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ
3. Menyimpan
makna lam لَمْ
هَذَاغُلاَمُ
لِزَيْدٍ asalnya هَذَاغُلاَمُ
زَيْدٍ (Ini budak
Zaid).
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas
dapat disimpulkan bahwa maf’ul fih terdiri dari dzaraf zaman dan dzaraf makan.
Dzaraf zaman adalah kalimat isim yang menunjukkan makna zaman (waktu), yang
dinashabkan dengan menyimpan makna fii (pada atau dalam). Sedangkan
dzaraf makan adalah kalimat isim yang menunjukkan makna tempat, yang
dinashabkan dengan menyimpan makan fii (di). Dalam dzaraf zaman maupun
dzaraf makan terdapat kata-kata yang menunjukkan bahwa kalimat tersebut dzaraf
zaman atau makan misalnya kata yang menunjukkan dzaraf zaman pada hari ini,
hari kamis, dan lain-lain. Sedangkan kata yang menunjukkan dzaraf makan,
seperti di depan, di kamar, di kiri, di bawah, dan lain-lain. Selain itu dalam
bahasa Arab kalimat juga terbentuk dari idafah yaitu berkumpulnya kalimat satu
dengan kalimat lain karena dikelompokan, lafad pertama pada kalimat idhafah
dinamakan mudhaf dan lafad kedua dinamakan mudhaf ilaih, atau
menggabungkan dua isim (mudhaf dan mudhaf ilaih) yang menyebabkan
isim keduanya berharakat jer selamanya.
[1]Syamsuddin Muhammad Araa’ini, Ilmu
Nahwu, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2011), hal. 247.
[2]Sholihuddin Shofwan, Pengantar
Memahami Al Jurumiyyah, (Jombang: Darul Hikmah, 1999), hal. 141.
[3] Syamsuddin Muhammad Araa’ini, Ilmu
Nahwu, hal. 247.
[4] Sholihuddin Shofwan, Pengantar
Memahami......., hal. 142.
[5] Syamsuddin Muhammad Araa’ini, Ilmu
Nahwu, hal. 306.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar