Jumat, 06 September 2013

perkembangan peserta didik



BAB II
A.    Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik
1.      Pertumbuhan
Pertumbuhan (growth) Sendiri sebenarnya merupakan sebuah istilah yang lazim digunakan dalam biologi. Sehingga pengertiannya lebih bersifat biologis,. C.P. Chaplin (2002) mengartikan pertumbuhan sebagai : satu penambahan atau kenaikan dalam ukuran dari bagian-bagian tubuh atau dari organisme sebagai suatu keseluruhan. Menurut A. E. Sinolungan, (1997), pertumbuhan menunjuk pada perubahan kuantitatif, yaitu yang dapat di hitung atau diukur, seperti panjang atau berat tubuh. Sedangkan Ahmad Thonthowi (1993), mengartikan pertumbuhan sebagai perubahan jasad yang meningkat dalam ukuran (size) sebagai akibat dari adanya perbanyakan ( multiplication) sel-sel.[1]

Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan kuantitatif pada material sesuatu sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan. Perubahan kuantitatif ini dapat berupa pembesaran atau penambahan dari tidak ada menjadi ada, dari kecil menjadi besar, dari sedikit menjadi banyak, dari sempit menjadi luas, dan sebagainya. Ini tidak berarti, bahwa pertumbuhan itu hanya berlaku pada hal-hal yang besifat kuantitatif, karena tidak selamanya material itu kuantitatif . material dapat terdiri dari bahan-bahan kuantitatif seperti misalnya atom, sel, kromosom, rambut, molekul, dan lain-lain, dapat pula material terdiri dari bahan-bahan kualitatif seperti misalnya kesan, keinginan, ide, gagasan, pengetahuan, nilai, dan lain-lain. Jadi, material itu dapat terdiri dari kualitas ataupun kuantitas. Kenyataan inilah yang barangkaali membuat orang mengalami kesulitan dalam membedakan antara pertumbuhan dan perkembangan. Salah satu kelengahan orang adalah yang menyebut pertumbuhan material kualitatif sebagai perkembangan. [2]
Dengan demikian , istilah “pertumbuhan” lebih cenderung menujuk pada kemajuan fisik atau pertumbuhan tubuh yang melaju sampai pada suatu titik optimum dan kemudian menurun menuju pada keruntuhannya. Sedangkan istilah “perkembangan” lebih menunjuk pada kemajuan mental atau perkembangan rohani yang melaju terus sampai akhir hayat. Perkembangan rohani tidak terhambat walaupun keadaan jasmani sudah sampai pada puncak pertumbuhannya, definisi perkembangan akan dijelaskan pada poin berikutnya. Meskipun terdapat perbedaan penekanan dari kedua istilah tersebut, tetapi dalam literatur psikologi perkembangan istilah “pertumbuhan” digunakan dalam pengertian yang sama dengan perkembangan .
2.      Perkembangan
Perkembangan adalah pola perubahan biologis, kognitif , dan sosioemosional yang dimulai sejak lahir dan terus berlanjut di sepanjang hayat. Kebanyakan perkembangan adalah pertumbuhan, meskipun pada akhirnya ia mengalami penurunan (kematian).[3]
a)      Aliran Asosiasi
Para ahli yang mengikuti aliran asosiasi berpendapat, bahwa pada hakikatnya perkembangan itu adalah proses asosiasi. Bagi mereka yang primer adalah bagian-bagian, bagian-bagian ada lebih dulu, sedangkan keseluruhan ada kemudian. Bagian-bagian itu terikat satu sama lain menjadi keseluruhan oleh asosiasi.
 Jadi misalnya bagaimana terbentuknya pengertian lonceng pada anak-anak, mungkin akan diterangkan demikian: mungkin anak-anak itu mendengar suara lonceng lalu memperoleh kesan pendengaran bagaimana tentang lonceng; selanjutnya mungkin anak-anak itu melihat lonceng tersebut lalu mendapat kesan penglihatan (mengenai warna dan bentuk); selanjutnya mungkin anak itu mempunyai kesan rabaan jika sekiranya dia mempunyai kesempatan untuk meraba lonceng tersebut. Jadi gambaran mengenai lonceng itu makin lama makin lengkap; kesan-kesan secara asosiatif berhubungan satu sama lain.[4]
b)      Psikologi Gestalt
Pengikut-pengikut aliran psikologi Gestalt mengemukakan konsepsi yang berlawanan dengan konsepsi yang dikemukakan oleh para ahli yang mengikuti aliran asosiasi. Bagi aliran ini perkembangan adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi itu yang primer adalah keseluruhan, sedangkan bagian-bagian adalah sekunder. Keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul oleh bagian-bagiannya.
Seorang anak kecil, yang di rumahnya ada seekor kucing yang dinamai “melati”, mula-mula akan menyebut semua kucing yang dijumpainya – bahkan mungkin juga harimau di kebun binatang – dengan nama “melati”, baru kemudian dia dapat mengetahui bahwa tidak semua kucing itu namanya “melati”. Proses ini adalah proses diferensiasi.[5]
c)      Aliran Sosiologis
Para ahli yang mengikuti aliran sosiologis menganggap bahwa perkembangan adalah proses sosialisasi. Anak manusia mula-mula bersifat asosial (barangkali untuk tepatnya dapat disebut prasosial) yang kemudian dalam perkembangannya sedikit demi sedikit disosialisasikan.
Salah seorang ahli yang mempunyai konsepsi demikian itu yang cukup terkenal dan besar pengaruhnya adalah James Mark Baldwin (1864-1934). Baldwin dalam Suryabrata (2008) menerangkan perkembangan sebagai proses sosialisasi dalam bentuk imitasi yang berlangsung dengan adaptasi dan seleksi. Selanjutnya Baldwin berpendapat bahwa setidak-tidaknya ada dua macam peniruan, yaitu: Nondeliberate imitation misalnya terjadi kalau anak meniru gerakan-gerakan, sikap orang dewasa. Yang kedua deliberate imitation terjadi misalnya kalau anak-anak bermain “peranan sosial”, yaitu misalnya menjadi ibu, penjual kacang, menjadi kondektur, menjadi penumpang kereta api, dan sebagainya.
3.      Peserta Didik
Dalam perspektif psikologis, peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing-masing. Sebagai individu yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya. Dalam perspektif Undang-undang sistem pendidikan nasional no. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 4 “Peserta didik diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu”.[6]
Berdasarkan beberapa definisi tentang peserta didik yang disebutkan diatas dapat disimpulkan bahwa peserta didik merupakan individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas sehingga ia merupakan insan yang unik, individu yang sedang berkembang, individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi, dan individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri dan bertanggung jawab.
B.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
1.      Nativisme
Para ahli yang mengikuti aliran nativisme berpendapat, bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir. Tokoh utama aliran ini adalah Scopenhauer. Para ahli yang mengikuti pendirian ini biasanya mempertahankan kebenaran konsepsi ini dengan menunjukkan berbagai kesamaan atau kemiripan antara orang tua dan anak-anaknya. Akan tetapi pantaslah diragukan pula, apakah kesamaan atau kemiripan yang ada antara orang tua dengan anaknya itu benar-benar dasar yang dibawa sejak lahir. Sebab, sekiranya anak seorang ahli musik juga menjadi ahli musik, apakah hal itu benar-benar berakar pada keturunan atau dasar? Apakah tidak mungkin karena adanya fasilitas-fasilitas untuk dapat maju dalam bidang seni musik maka dia lalu menjadi seorang ahli musik (misalnya adanya alat-alat musik, buku-buku musik, dan sebagainya).
Dari segi ilmu pendidikan pun teori ini tak dapat dibenarkan, sebab jika benar segala sesuatu itu tergantung pada dasar, jadi pengaruh lingkungan dan pendidikan dianggap tidak ada, maka konsekuensinya harus kita tutup saja semua sekolah, sebab sekolah toh tidak mampu mengubah anak yang membutuhkan pertolongan. Namun hal tersebut bertentangan dengan kenyataan yang kita hadapi. Jadi konsepsi nativisme itu tidak dapat dipertahankan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.[7]
2.      Empirisme
John Lock (1631-1704) adalah tokoh utama aliran empirisme (kebalikannya aliran nativisme). Nama asli aliran ini adalah The School Of British Empiricism (aliran empirisme Inggris). Doktrin aliran empirisme yang sangat masyhur adalah tabula rasa, sebuah istilah bahasa latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin menekankan arti penting pada pengalaman, lingkungan, dan pendidikan. Dalam arti perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.[8]
      Dalam hal ini, para penganut empirisme menganggap setiap anak lahir seperti tabula rasa, dalam keadaaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak menjadi apa seorang anak kelak bergantung pada pengalaman atau lingkungan yang mendidiknya. Jadi jika seorang siswa memperoleh kesempatan yang memadai untuk mempelajari ilmu politik, tentu kelak ia akan menjadi seorang politisi. Karena ia memiliki pengalaman belajar di bidang politik, ia tidak akan pernah menjadi pemusik, walaupun orang tuanya pemusik sejati.
      Memang sukar dipungkiri bahwa lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap proses perkembangan dan masa depan siswa. Dalam hal ini lingkungan keluarga (bukan bakat pembawaan dari keluarga) dan lingkungan masyarakat sekitar telah terbukti menentukan tinggi rendahnya mutu, perilaku, dan masa depan siswa.
      Kondisi sebuah kelompok yang berdomisili di kawasan kumuh dengan kemampuan ekonomi di bawah garis rata-rata dan tanpa fasilitas umum seperti masjid, sekolah, serta lapangan olahraga telah terbukti menjadi lahan subur bagi pertumbuhan anak-anak nakal. Terlebih lagi apabila kedua orangtuanya kurang atau tidak berpendidikan.Faktor orang tua atau keluargateerutama sifat dan keadaan mereka juga sangat menentukan perkembangan siswa. Sifat orang tua (parental trait) yang dimaksudkan ialah gaya khas dalam bersikap, memandang, memikirkan, dan memperlakukan anak.[9]
      Contoh: kelahiran bayi yang tidak dikehendaki akan menimbulkan sikap dan perlakuan orang tua yang bersikap menolak. Sebaliknya, sikap orang tua yang terlalu melindungi anak juga dapat mengganggu perkembangan anak. Perilaku memanjakan anak secara berlebihan ini menurut penelitian Charer dalam Fauzi (1999) ternyata berhubungan erat dengan penyimpangan perilaku dan ketidakmampuan sosial anak di kemudian hari.
      Namun demikian, ada bahkan banyak fakta yang ironis, yakni di antara siswa yang dijuluki nakal dan brutal khususnya di kota-kota ternyata cukup banyak berasal dari kalangan keluarga berada, terpelajar, dan bahkan taat beragama. Sebaliknya, tidak sedikit anak pintar dan berakhlak baik yang lahir dari keluarga bodoh dan miskin bahkan keluarga yang tidak harmonis. Jadi sejauh manakah validitas doktrin empirisme yang telah memunculkan optimisme pedagogis itu dapat bertahan?.
3.      Konvergensi
Aliran yang dipelopori oleh William Stern ini berpendapat, bahwa di dalam perkembangan individu itu baik dasar atau pembawaan maupun lingkungan memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan telah ada pada masing-masing individu, akan tetapi bakat yang tersedia itu perlu menemukan lingkungan yang sesuai supaya dapat berkembang. Bahkan bakat yang sudah ada sebagai kemungkinan walaupun sudah mendapat pengaruh lingkungan yang serasi, belum tentu kalau dapat berkembang, kecuali kalau bakat itu memang sudah matang.[10]
Namun aliran konvergensi yang menggabungkan bakat dan lingkungan sebagai acuan tingkat keberhasilan perkembangan siswa, ternyata tidak dapat diterima secara mutlak. Sebab masih ada satu hal lagi yang perlu kita ingat yakni potensi psikologis tertentu yang tersimpan rapi dalam diri siswa dan sulit diidentifikasikan. Jadi siswa itu dikembangkan juga oleh dirinya sendiri. Setiap orang termasuk siswa memiliki self direction dan self discipline yang memungkinkan dirinya bebas memilih antara mengikuti atau menolak sesuatu (aturan atau stimulus) lingkungan tertentu yang hendak mengembangkan dirinya. Alhasil, siswa itu sendiri memiliki potensi psikologis tersendiri untuk mengembangkan bakat dan pembawaannya dalam konteks lingkungan tertentu.[11]
C.     Periode dan Proses Perkembangan
Pola perkembangan anak adalah pola yang kompleks karena merupakan hasil dari beberapa proses yaitu: biologis, kognitif, dan sosioemosional. Kesalingterkaitan dari proses-proses ini menghasilkan periode-periode perkembangan manusia. Berikut periode dan proses menurut Santrock (2011):
1.      Periode perkembangan.
Infancy adalah periode dari kelahiran sampai usia 24 bulan. Masa ini adalah masa ketika anak sangat tergantung kepada orang tuanya. Banyak aktivitas, seperti perkembangan bahasa, pemikiran simbolis, koordinasi sensorimotor, dan pembelajaran sosial, baru dimulai.
Early childhood (kadang dinamakan usia pra sekolah) adalah periode dari akhir masa bayi sampai umur lima atau enam tahun. Selama periode ini, anak menjadi makin mandiri, siap untuk bersekolah (seperti mulai belajar untuk mengikuti perintah dan mengidentifikasi huruf), dan banyak menghabiskan waktu bersama teman. Selepas taman kanak-kanak biasanya dianggap sebagai batas berakhirnya periode ini.
Midle dan lite childhood (terkadang disebut masa sekolah dasar) dimulai dari usia enam sampai sebelas tahun. anak mulai menguasai keahlian membaca, menulis, dan menghitung. Prestasi menjadi tema utama dari kehidupan anak dan mereka semakin mampu mengendalikan diri. Dalam periode ini mereka berinteraksi dengan dunia sosial yang lebih luas di luar keluarganya.
Adolescence (remaja) adalah transisi dari masa anak-anak ke usia dewasa. Periode ini dimulai sekitar usia sepuluh atau dua belas tahun sampai ke usia delapan belas atau dua puluh tahun. remaja mulai mengalami perubahan fisik yang cepat, termasuk bertambahnya tinggi dan berat badan, dan perkembangan fungsi seksual. Di masa ini, individu semakin ingin bebas dan mencari jati diri (identitas diri). Pemikiran mereka menjadi semakin abstrak, logis, dan idealistis.
Early adulthood dimulai di akhir usia remaja atau awal usia 20-an sampai ke usia 30-an. Ini adalah masa ketika kerja dan cinta menjadi tema utama dalam kehidupan mereka. Individu mulai menetukan karirdan biasanya mencari pasangan intim untuk pacaran atau bahkan berumah tangga. Periode perkembangan lainnya adalah masa dewasa (adult) tetapi kita membatasi pembahasan kita pada periode yang paling relevan bagi pendidikan anak.
2.      Proses perkembangan.
Proses biologis adalah perubahan dalam tubuh anak . warisan genetik memainkan peran penting. Proses biologis melandasi perkembangan otak, berat dan tinggi badan, perubahan dalam kemampuan bergerak, dan perubahan hormonal di masa puber.
Proses kognitif adalah perubahan dalam pemikiran, kecerdasan, dan bahasa anak. Proses perkembangan kognitif memampukan anak untuk mengingat puisi, membayangkan bagaimana cara memecahkan soal matematika, menyusun strategi kreatif, atau menghubungkan kalimat menjadi pembicaraan yang bermakna.
Proses sosioemosional adalah perubahan dalam hubungan anak dengan orang lain, perubahan dalam emosi, dan perubahan dalam kepribadian. Pengasuhan anak, perkelahian anak, perkembangan ketegasan anak perempuan, dan perasaan gembira remaja saat mendapatkan nilai yang baik semuanya itu mencerminkan proses perkembangan sosioemosional.


[1] http://tarman-revolusimahasiswa.blogspot.com/2013/05/09/konsep-dasar-perkembangan.html
[2] Ibid.
[3] (Santrock, 2011)Hlm. 40.
[4] (Suryabrata, 2008)Hlm. 171.
[5] Ibid. Hlm. 172.
[6] http://tarman-revolusimahasiswa.blogspot.com/2013/05/09/konsep-dasar-perkembangan.html
[7] (Suryabrata, 2008)Hlm. 178.
[8] (Fauzi, 1999) Hlm. 108.
[9] Ibid.Hlm. 108.
[10] (Suryabrata, 2008)Hlm.180.
[11] (Fauzi, 1999) Hlm. 112.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar